Learntogether
Pengertian
kontruktivisme
Kontruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan kita
merupakan kontruksi (bentukan) dari kita yang mengetahui sesuatu, pengetahuan
atau pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima sacara
pasif dari guru mereka.
Menurut Fisher dan Lipson pada tahun 1986, mengatakan
bahwa pengertian dan pengetahuan mencakup suatu
proses aktif dan kontruktif, menurut mereka. ada banyak cara untuk
menemukan, mengorganisasi, menyimpan, mengemukakan dan memikirkan suatu konsep
atau kejadian agar dapat mengerti. Mengerti yang dimaksudkan ialah proses pembentuksn konsep yang terus-menerus.
Tiga
kecenderungan dalam pembentukan pengetahuan ilmiah
Epistimologi merupakan suatu bagian filsafat yang
mempelajari pengetahuan manusia dan pembentukan pengetahun tersebut. Menurut
Saphiro (1994) ada 3 kecenderungan pokok bagaimana menjelaskan proses pengetahuan terbentuk yakni:
1.
Pengetahuan
adalah fakta
Pengetahuan itu sudah ada sebagai suatu fakta atau
kenyataan. Francis Bacon kemudian menyajikan pengetahuan ilmiah sebagai
suatu proses induksi yaitu ditemukan
lewat pengamatan /objek karena lewat pengamatan
yang sistematis itulah para ilmuwan dapat sampai kepada sebab-sebab umum
dan kebenaran. Proses induksi lewat pengamatan ini disebut metode ilmiah
Bacon sebagai Bapak metode ilmiah, menjelaskan
langkah-langkah yang diperlukan untuk menemukan pengetahuan sebagai berikut:
· Mengamati/observasi. Dalam hal ini orang mengamati suatu
kejadian/peristiwa yang terjadi, lalu mencatat data-data dan pattern yang muncul dari peristiwa
tersebut.
· Membuat
pernyataan umum atau hipotesis,
dari pattern yang ada dibuat suatu keterangan umum, mengapa hal itu terjadi.
Inilah suaru hipotesis awal.
· Tes
kebenaran hipotesis, hipotesis
awal itu dites dalam kejadian lain yang serupa ataupun dites dalam suatu
laboratorium. Dalam pengetesan dilihat
apakah memang hipotesis itu sungguh berlaku dalam peristiwa atau kejadian yang
lain.
· Menggunakan
hipotesis untuk penyelidikan selanjutnya. Hal itu dilakukan dengan tujuan semakin menjajaki keberlaukan
hipotesis tersebut. Semakin hipotesis itu berlaku umum, semakin menjadi kuat.
· Hipotesis
yang semakin berlaku umum dapat menjelaskan banyak peristiwa atau kejadian yang
serumpun atau sama, akhirnya
diangkat menjadi suatu hukum. Langkah terakhir inilah yang akan merumuskan
suatu pengertian ilmiah.
2.
Pengetahuan ilmiah
merupakan bentukan kita
Pengetahuan sebenarnya
merupakan suatu perumusan yang diciptakan orang orang yang sedang
mempelajarinya, mengandung suatu proses yang dinamakan kontruksi dan bukan
fakta yang statis.
Contoh : sebelum zaman newton, orang memandang cahaya
sebagai sinar yang berjalan lurus. Kemudian newton mengusulkan suatu gambaran
baru bahwa cahaya sebagai suatu partikel kecil bulat yang bergerak lurus. Dalam
perkembanganya Thomas Young menjelaskan cahaya sebagai gelombang karena mempunyai sifat-sifat seperti gelombang,
demikianlah fakta yang diamati sama, yaitu cahaya, tetapi pengamatannya yang
baru. Yang baru ialah cara fakta-fakta itu dikontruksikan.
Dari
gagasan di atas terlihat bahwa pengetahuan itu bersifat kontruksi, suatu
bentukan dari orang yang mempelajarinya, jadi menurut saphiro, pengetahuan
ilmiah merupakan kontruksi sosial artinya perlu diterima oleh masyarakat
ilmiah.
3.
Perlunya skema
yang menyeluruh
Kuhn mendefinisikan suatu pengertian “paradigma” yang berarti
pola/model. Ini adalah skema untuk mengerti dan menjelaskan aspek dari suatu
kenyataan. Kuhn mengungkapkan ungkapan
pergeseran paradigma untuk
menunjukkan apa yang terjadi bila suatu konsep yang baru unggul dalam
memberikan penjelasan.
Contoh : berabad-berabad kita menggunakan teori Newton
untuk menjelaskan gerak suatu benda yang besar. Tetapi sebenarnya paradigma
newton saja tidak cukup untuk menjelaskan tentang gerak dalam lingkup benda
mikro seperti atom dan elektron. Einstein kemudian mengajukan skema baru yang bisa
memecahakan masalah tersebut. Pergeseran paradigma itulah yang baru bisa
menjelaskan secara menyeluruh tentang persoalan
yang laman (gerak benda yang
besar) maupun yang baru (gerak pada benda mikro).
Gagasan
Dasar Kontruktivisme
1.
Asal usul kontruktivisme
Gagasan pokok konkruktivisme sebenarnya dimulai oleh
Gambatissta Vico, seorang epistimolog dari Italia, dialah cikal bakal
konktruktivisme.
Pada
tahun 1710, vico dalam De Antiquissima Italorum Sapientia yang artinya Tuhan adalah pencipta Alam
Semesta dan manusia adalah tuan atas ciptaan. Dia menjelaskan bahwa mengetahui
berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu
baru mengetahui sesuatu jika ia dapat
menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. menurutnya, hanya Tuhan
sajalah yang mengerti alam raya ini karena hanya Dia yang tahu bagaimana
membuatnya dan dari apa Ia membuatnya.sementara itu orang hanya dapat
mengkontruksinya, bagi Vico, pengetahuan selalu menunjuk kepada struktur konsep
yang dibentuk.
Berbeda dengan kaum empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan
harus menunjuk kepada kenyataan luar. Menurutnya, pengetahuan tidak terlepas
dari orang sebagai subyek yang tahu. Rorty menilai konkruktivisme sebagai salah
satu bentuk pragmatisme, terlebih dalam soal pengetahuan dan kebenaran, karena
hanya mementingkan bahwa suatu konsep itu berlaku atau dapat digunakan.
Cukup lama gagasan Vico tidak diketahui orang dan
seakan dipendam. Kemudian muncullah piaget menuliskan gagasan konkruktivisme
dalam teori tentang perkembangan kognitif dan epistimologi. Piaget
mengungkapkan teorinya, bahwa pengetahuan kita diperoleh dari adaptasi dengan
lingkungannya untuk dapat melanjutkan kehidupan.tenyata pada perkembangannya,
teori Piaget lebih berkembang pesat dariapda Vico dan sampai sekarang.
Tiga
Macam Kontruktivisme
Von Glasersfeld membedakan adanya 3 taraf
kontruktivime yakni:
1. Kontruktivisme
Radikal
Kaum kontruktivitis radikal mengesampingkan hubungan
antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Bagi
kontruktivis radikal, pengetahuan tidak merefleksikan suatu kenyataan ontologis
objektif, tetapi merupakan suatu pengaturan atau organisasi dari suatu dunia
yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Menurut Von Glasersfeld, Piaget termasuk
kontruktivis radikal yang berpegang bahwa kita dapat mengetahui apa yang
dibentuk/dikontruksi oleh pikiran kita. Bentukkan itu harus jalan dan tidak
harus selalu merupakan representasi
dunia nyata. Adalah suatu ilusi bila percaya bahwa apa yang kita ketahui itu
memberikan gambaran akan dunia nyata.
Pengetahuan selalu merupakan
kontruksi dari seseorang yang mengetahui, maka tidak dapat di transfer kepada
penerima yang pasif. Penerima sendiri harus mengkontruksi pengetahuan itu.
Dalam pandangan konstruktivis radikal
sebenarnya tidak ada kontruksi sosial, di mana pengetahuan itu dikonstruksikan
bersama, karena masing- masing orang harus menyimpulkan dan menangkap sendiri
makna terakhir. Pandangan oranglain adalah bahan untuk dikontruksikan dan
diorganisasikan dalam pengetahuan yang sudah dipunyai orang itu sendiri.
2. Realisme
Hipotesis
Menurut
realisme hipotesis pengetahuan (lmiah) kita dipandang sebagai suatu hipotesis
dari suatu stuktur kenyataan dan berkembang menuju suatu pengetahuan yang
sejati, yang dekat dengn realitas (Munevar, 1981 dalam Bettencourt, 1989).
Menurut Munevar, pengetahuan kita mempunyai relasi dengan kenyataan tetapi
tidak sempurna. menurutnya pula, Lorenz dan poper dan banyak epistimolog
revolusioner dapat dikatakan termasuk realisme hipotesis.
3. Kontruktivisme
yang biasa
Aliran
ini tidak mengambil semua konsekuensi kontruktivisme. Menurut aliran ini, pengetahuan
kita merupakan gambaran dari realitas itu. pengetahuan kita dipandang sebagai
suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek dalam dirinya sendiri.
Kontruktivisme di tengah aliran filsafat lain
Staver
(1986) menjelaskan kontruktivisme melalui perdebatan dalam sejarah filsafat
pengetahuan. Pertanyaan dasar dari perdebatan itu adalah “struktur pengetahuan
terletak dalam realitas mana? Dan apakah yang di sebut kebenaran pengetahuan?”
para pemikir sepanjang sejarah menegaskan bahwa kenyataan itu terdiri dari 2
dimensi: ekternal dan internal. Dimensi internal menunjuk kepada dimensi
objektif sedangkan dimensi internal menunjuk kepada dimensi subyektif.
Rasionalisme menyatakan bahwa
pengetahuan kita menunjuk kepada objek-objek dan bahwa kebenaran itu merupakan
akibat dari deduksi logis. Misalnya Rene Descartes menyatakan “ Cagito Ergosum “ yang artinya saya
berpikir maka saya ada. Para Empiris
juga menyatakan bahwa pengetahuan kita menunjuk kepada objek-objek tetapi mereka
menggunakan penalaran induktif dengan bukti-bukti berdasarkan pengalaman.
Dengan demikian para rasionalis lebih
menekankan rasio, logika, dan pengetahuan deduktif sedangkan kaum empiris lebih
menekankan kepada pengalaman dan pengetahuan induktif. Menurut Staver,
kontruktivisme merupakan sintesis pandangan rasionalis pandangan rasionalis dan
empiris. Kontruktivisme menunjukkan interaksi antara subyek dan obyek antara
realitas yang internal dan eksternal.
Osborne
(1993) dan Matthews (1994) menjelaskan bahwa kontruktivisme mengandung suatu
bahaya yang mengarah ke empirisme dan relativisme terlebih dalam pendidikan
sains. Empirisme menyatakan bahwa semua pengetahuan dturunkan dari pengalaman indrawi. Bentuk empirisme tampak pada para
filsuf seperti Aristoteles, Berkeley, Hume dan Locke. Yang pokok ialah
pandangannya bahwa sumber terpenting dari pengetahuan adalah dunia luar.
Kebenaran suatu pengetahuan dalam
kontruktivisme diganti dengan vitabilitas (berjalannya suatu pengetahuan).
Kontruktivisme Piaget
Piaget
adalah seorang psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme. Untuk
memahami teori ini, kita perlu memahami beberapa istilah yang digunakannya
dalam menjelaskan proses sesseorang mencapai pengertian :
1.
Skema atau
skemata
Sebagaimana
tubuh kita mempunyai struktur tertentu agar dapat berfungsi, maka pikiran kita
pun mempunyai skema atau skemata (jamak). Skema adalah suatu stuktur mental
atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual berdaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema
itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan mental anak.
2.
Asimilasi
Adalah
proses kognitif yang dengannya, seseorang mengintegrasikan konsepnya,ataupun
pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya.
Asimilasi dapat dipandang sebagi suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah
ada. Proses asimilasi ini berjalan terus.
3.
Akomodasi
Dapat
terjadi bahwa dalam menghadapi pengalaman yang baru, seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang ia punyai. Pengalaman
yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam
keadaan seperti ini, orang itu akan
mengadakan akomodasi, yaitu:
·
Membentuk suatu
skema baru
·
Memodifkasi
skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Contoh
: seorang anak mempunyai skema bahwa semua binatang harus berkaki 2 atau 4.
Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang yang pernah dijumpainya.
Skemata seseorang dibentuk dari pengalamannya sepanjang waktu.skemata menunjuk
pada taraf pengetahuan dan pengertian seseorang tentang dunia sekitarnya.
Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodoasi ini terus berjalan dalam diri
seseorang.
4.
Equilibration
Proses
asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif seseorang, dalam perkembangan
intelek seseorang diperlukan
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Proses tersebut dinamakan
equilibrium (keseimbangan) yaitu pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur
keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi.
Equilibration
adalah proses dari disequilibirum ke equilibrium.
Dalam
pembentukkan pengetahuan, Piaget membedakan 3 macam pengetahuan: fisis,
matematis logis dan sosial. Pengetahuan fisis didapatkan melalui abstraksi seseorang
terhadap objek secara langsung, pengetahuan matematis logis didapatkan dari
abstraksi seseorang terhadap relasi dan fungsi objek secara tidak langsung,. sedangkan
pengetahuan sosial yaitu interaksi yang didapatkan dari interkasi seseorang
terhadap masyarakat, lingkungan, budaya yang ada.
Kontruktivisme personal dan sosial
Mathew
membedakan 2 teori dari kontruktivisme yaitu kontruktivisme psikologis
(personal) yang bertitik tolak dari perkembangan psikologi anak dalam membangun
pengetahuannya, sedangkan konstruktivisme
sosial lebih medasarkan pada masyarakat yang membangun pengetahuan.
Kekurangan Teori Kontruktivisme
dalam PAK
Dalam
proses mencari informasi, siswa dituntut lebih aktif dan hanya mengandalkan hasil
kontruksi siswa, sedangkan peran roh kudus sebagai penuntun pengetahuan tidak
di gunakan dalam mengawali proses pembelajaran.
Implikasi kontuktivisme terhadap PAK
Pengetahuan
tidak bisa semata-mata mengandalkan
kepada manusia semata, tetapi juga harus mengandalkan peran roh kudus sebagai penuntun dalam proses
pembelajaran di kelas.
Selanjutnya,
guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun sendiri
pengetahuannya. Pengetahuannya merupakan hasil dari kontruksi atau bangunan
siswa sendiri.
Sebagai guru PAK janganlah memaksa pandangan kita
sebagai guru kepada siswa, tetapi haruslah memberikan motivasi atau dorongan
kepada siswa untuk supaya siswa lebih maju dan kreatif.
DAFTAR
PUSTAKA:
Suparno,
Paul. 2005. Filsafat Kontruktivisme Dalam Pendidikan. Yogjakarta: Kanisius.
Komentar
Posting Komentar